Kenapa?
Karena menjadi pejalan kaki di kota tempat saya berdomisili sekarang ini perlu kesabaran tingkat tinggi.
Mari saya kasih gambaran sedikit :
- Sebagian besar jalan raya di kota Banjarmasin cuma punya dua lajur di setiap ruasnya. Dan menurut saya itu termasuk sempit untuk ukuran jalan raya. Yah, selama pengguna jalannya tertib, itu ga bakalan jadi masalah. Tapi di Banjarmasin, saya merasa itu jadi masalah. Kenapa? Mari kita mengacu ke alasan berikutnya...
- Dulu jalan raya Banjarmasin sering banget dilintasi oleh truk batu bara yang dengan kejamnya melesat membabi buta dan meninggalkan warisan debu yang cukup mampu membuat upil menumpuk dalam waktu singkat. Tapi, akhirnya... saya sangat berterima kasih pada Pemko Banjarmasin yang sudah membuat UU yang melarang truk-truk batu bara ini masuk kota
Permasalahan selesai? Siapa bilang... Truk batu bara boleh aja berkurang, tapi masih ada mini bus, mini trailer, mini kontainer, dan mini-mini lainnya yang ukurannya tetap lebih gede daripada mobil yang paling gede yang masih menguasai jalan. Dengan seenaknya para mini-mobil gede ini (bingung ya...?) menerobos jalanan dengan kecepatan yang mampu menerbangkan apa saja yang dilintasinya, termasuk orang yang punya tubuh super ceking. Dan itulah yang terjadi pada saya. Berkali-kali saya yang rajin nunggu angkot di pinggir jalan ini hampir diterbangkan oleh mobil-mobl yang ga punya perasaan ini. Sampai-sampai terkadang saya berharap, seandainya jalan raya itu cuma boleh diisi oleh mobil-mobil pribadi dengan ukuran yang lebih masuk akal. Tapi apa iya itu lebih baik? Coba kita kulik lagi... - Dulu, sebelum saya bertemu dengan Sang Pangeran Kodok (mudah-mudahan dia ga baca postingan ini... hihii...), saya sering banget pergi kemana-mana dengan naik kaki a.k.a. jalan kaki. Bukan karena saya doyan, tapi karena itu satu-satunya pilihan saya. Seperti yang sudah pernah saya beri tahu sebelumnya, saya ga bisa nyetir mobil dan saya ga punya cukup keberanian untuk mengendarai sepeda motor di kota saya sekarang. Well, yang jelas banyak yang bilang kalau jalan kaki adalah cara teraman untuk sampai ke tempat tujuan.
aman buat keselamatan kita, karena (katanya) jarang ada pejalan kaki yang mengalami kecelakaan (kecuali kesandung batu atau terinjak... erm... yah, itulah...)
aman buat kantong kita, karena ga perlu keluar ongkos sama sekali (kecuali kalau di tengah jalan tiba-tiba kita kehausan dan terpaksa beli minum di warung terdekat...)
Tapi jalan kaki itu ga aman buat jantung kita (atau lebih tepatnya jantung saya...)Loh kok bisa...? Bukannya jalan kaki justru bagus banget buat jantung...?
Memang benar jalan kaki bikin sehat, tapi dalam kasus saya justru malah bawa penyakit jantung. Saya ga bakalan pernah menikmati perjalanan saya kalau setiap waktu selalu aja ada mobil yang melintas sambil menekan klakson segila-gilanya. Mungkin sebenarnya maksud si empunya mobil itu baik, ngasih peringatan kalau bakalan ada mobil yang lewat, jadinya saya ga harus kaget seandainya aja tuh mobil tiba-tiba melintas.Saya kan ga budek... Saya pasti denger aja kok kalau ada mobil yang mau lewat. Tapi kalau terus-terusan begini kan saya juga yang bisa jantungan, plus nambah penyakit budeg-nya gara-gara keseringan di klakson...
Jadi, kalau ditarik kesimpulan, apakah pengendara mobil itu adalah orang-orang yang ga berperasaan? Jangan salah, ada lagi yang lebih ga berperasaan... - Pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan seharusnya dikenakan sanksi hukum. Itu yang seharusnya diterapkan di Banjarmasin. Ga kehitung banyaknya sumpah serapah yang keluar dari mulut saya setiap kali para pengendara biadab ini mulai melancarkan aksinya
And for your information, banyaknya kecelakaan lalu lintas di Banjarmasin disebabkan oleh mereka-mereka ini. Salip sana salip sini, ngebut tanpa perhitungan, seakan-akan jalan raya itu adalah arena balap F1, dan mereka berharap nantinya bisa mengalahkan Rossi atau Stoner. Tcaahhh... mimpi aja deh. Ga bakalan bisa kalau cara berkendaraannya aja seperti itu. Dan itu yang bikin saya ga pernah berani mengendarai sepeda motor di kota ini. Saya sudah jiper duluan...Trus siapa pengguna jalan yang paling beradab? Sopir angkot-kah...? Belum tentu...
- Kita tau yang namanya sopir angkot juga manusia, punya hak untuk sebebas-bebasnya mencari penumpang. Tapi itu bukan berarti mereka bisa seenaknya makai jalan. Sering banget angkot-angkot ini dengan sadisnya banting setir dari lajur kanan langsung ke lajur kiri demi melihat calon penumpang yang sudah nangkring di pinggir jalan. Dan akhirnya... ciittt... tin...tiinnn... banyak pengguna jalan lainnya yang terpaksa ngerem mendadak supaya ga nabrak angkot yang pindah lajur lebih cepat dari pergantian lampu lalu lintas itu. Hasilnya sudah bisa ditebak sendiri, kebisingan dan kemacetan jalan...
kalau ada urusan yang sangat mendadak, pasti akhirnya mau ga mau bakalan jalan kaki juga...
Hihii...
4 ocehan mereka:
pengguna jalan yg beradab ya.yg taat pada rambu2 jalan.
Wah bukan di Banjarmasin aja yang jalannya semrawut. Di sekitar rumah saya apalagi, udah macet, berdebu, rusak pula.
Salam kenal ya siapa tahu kapan-kapan bisa main ke Banjarmasin.
@sang cerpenis bercerita : itulah yang sudah dicari di kota saya, penguna jalan yang beradab.. hihiii...
@Muhammad Dadan Suryana : yah sakarang emang susah cari jalan yang tenang, kecuali tengah malam... hohoo...
ditunggu kedatangannya di Banjarmasin...
heheheh....
saya juga suka jalan kaki...
Banjarmasin menarik juga yah... hehehhe
Post a Comment
Makasih banget deh udah nyempat-nyempatin baca... lebih makasih lagi kalau ditambah komennya...